BUDAYA POSITIF
BUDAYA POSITIF
OLEH :
CHURUN’IN,
S.Pd (CALON GURU PENGGERAK ANGKATAN 9)
UPTD SMPN 1
WATES
TAHUN 2023
A.
Latar Belakang Budaya Positif
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidik diibaratkan sebagai
petani dan sekolah ibarat sawah/ladang. Untuk itu pendidik perlu mengupayakan suasana sekolah yang aman,
nyaman dan menyenangkan untuk tumbuh kembangnya murid sesuai dengan kodrat yang
dimiliki murid.
Dengan demikian salah satu tanggung jawab pendidik adalah
bagaimana menciptakan lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang
saling mendukung, berkolaborasi dan berinovasi sehingga tercipta nilai-nilai
kebajikan yang akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik yang menumbuhkan
motivasi intrinsic yang nantinya akan terbentuk suatu budaya positif.
Budaya positif di sekolah dapat dimulai dengan menerapkan
konsep disiplin positif dengan membentuk keyakinan kelas, memahami posisi
kontrol, restitusi dan penerapan segitiga restitusi dalam menyelesaikan
permasalahan anak.
B.
Tujuan Penerapan Budaya Positif
1. Menumbuhkan motivasi intrinsik pada murid
2. Meningkatkan kepercayaan diri dalam menyampaikan pendapat mengenai gambaran kelas impian
3. Meningkatkan rasa tanggung jawab, disiplin diri dan kemandirian pada murid
4. Menumbuhkan budaya positif di kelas maupun di sekolah.
C.
Dukungan yang Dibutuhkan dalam
Penerapan Budaya Positif
1. Kolaborasi dengan kepala sekolah, rekan sejawat dan murid dalam upaya menerapkan budaya positif
2. Kolaborasi dengan orang tua murid supaya dapat melanjutkan pembiasaan budaya positif di lingkungan keluarga
3. Sarana dan prasarana yang mendukung agar terciptanya suasana aman, nyaman dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran untuk mewujudkan budaya positif.
D.
Apa pentingnya disiplin positif untuk
mewujudkan budaya positif?
Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu
strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah
kita. Apakah telah efektif atau mungkin perlu peningkatan? Apa sebenarnya arti
dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan? Apa yang
mendorong kita melakukan sesuatu ?
Karena terkadang kita melakukan sesuatu karena ingin menghindari hukuman,
terkadang pula kita melakukan sesuatu agar mendapatkan pujian maupun
penghargaan dari orang lain.
Tujuan disiplin positif adalah menamkan motivasi untuk
menjadi orang yang mereka inginkan dan menhargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percayai. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi
tersebut, maka mereka telah memiliki motivasi intrinsik, motivasi yang tidak
terpengaruh pada hukuman maupun pujian. Mereka akan tetap berperilaku baik dan
berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang
menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai atau mencapai tujuan mulia.
Menurut Ki Hajar Dewantara, bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya
adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin
diri yang memiliki motivasi internal. Hal ini berdampak jangka panjang dan
membentuk murid memiliki disiplin positif yang merupakan unsure utama
terwujudnya budaya positif.
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu, mereka
melakukan suatu tindakan selain karena motivasi diri juga karena adanya beberapa kebutuhan yang harus terpenuhi,
yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima,
kebebasan, kesenangan dan penguasaan. Ketika murid melakukan suatu perbuatan
yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan atau melanggar peraturan, hal
ini sebenarnya karena ada kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Bagaimana kita
sebagai seorang pendidik dalam menyelesaikan permasalahan murid? Setiap masalah
tidaklah selalu diselesaikan dengan cara menghukum. Cara tersebut adalah
pilihan terakhir yang dilakukan.
Dalam menyelesaikan permasalah murid, kita berupaya
memposisikan diri sebagai manejer. Posisi ini menggunakan segitiga resstitusi
untuk menangani masalah. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid
untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada
kelompoknya dengan karakter yang lebih. (Gossen: 2004). Restitusi merupakan
proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi dari masalahnya
dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan dan
bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Adapun
tahapan segitiga restitusi adalah : menstabilkan identitas, validasi tindakan
yang salah, menanyakan keyakinan.
Menangani permasalahan dengan langkah segitiga restitusi, guru
berkolaborasi dengan murid dalam menyelesaikan masalah. Dengan ini murid mampu
menemukan solusi permasalahan berdasarkan kesadaran dari dalam dirinya sendiri. Hal ini dapat membentuk anak
memiliki disiplin positif yang nantinya akan mewujudkan budaya positif di
sekolah.
Daftar Pustaka
Modul 1.4
Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 9 2023